Ketika Rasulullah saw. menyampaikan kepada Abu Bakar r.a. bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk berhijrah, dan mengajak sahabatnya itu unutk berhijrah bersama, Abu bakar menangis kegirangan. dan, seketika itu juga ia membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rasul saw. untuk memilih apa yang dikehendakinya. maka terjadilah dialog berikut:
"Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku."
"Unta ini kuserahkan untukmu."
"Baiklah tapi aku akan membayar harganya."
Setelah Abu Bakar bersikeras agar untanya diterima sebagai hadiah, namun Nabi saw. tetapi menolak, Abu Bakar pada akhirnya setuju untuk menjualnya. Mengapa Nabi saw bersikeras untuk membelinya? bukankah sebelum ini bahkan setelah ini beliau selalu menerima hadiah pemberian Abu Bakar r.a.? disini terdapat pelajaran yang sangat perharga, bahwa Rasulullah ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, pikiran, dan materi bahkan dengan jiwa raga beliau.
Nabi saw. ingin mengajarkan pada kita bahwa dalam mengabdi pada Allah, janganlah mengabaikan sedikit kemampuanpun, selama kita masih mampu sudah sewajarnya kita untuk berusaha sekuat tenaga.
saya ada sepengal kisah lain mengenai pengorbanan yang diliat dari sudut pandang lain:
Didalam surat Al-Imran ayat 37, Allah Swt berfirman: ” Sesungguhnya telah berlalu setelah kamu sunahsunah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian sejarah merupakan sunah Allah yang sudah ditetapkan dan tidak akan pernah berubah. Namun yang menjadi pertanyaan adalah penetapan sebuah landasan ideologi yang ada dalam sejarah dapatkah mengalami sebuah perubahan. Mengingat bahwa sejarah bagian dari waktu dan zaman, keduanya selalu mengalami sebuah perubahan, serta didasari dari sebuah dalil bahwa semua ideologi tidak selamanya akan bertahan, seperti halnya penetapan sebuah landasan hukum di figh. Seorang mujtahid yang mempunyai otoritas hukum memberikan fatwa hukum yang berdasarkan dalil-dalil dan maslahat yang disesuaikan menurut tuntutan zaman. Artinya, hukum asli mengalami sebuah perubahan dengan menyadarkan hukum berdasarkan maslahat tadi.
Berdasarkan pendapat kalangan Marxisme, adanya penetapan dalam sejarah, artinya kejadian sejarah tidaklah berubah (jabr al-tarikh). Mereka menyakini kehidupan manusia yang berpijak pada keinginan-keinginan materi, yakni keinginan dan tujuan dasar manusia dalam kehidupannya untuk sebuah manfaat . Apapun yang kita pikirkan mengenai : budaya, akhlak, agama, keahlian, semuanya bukanlah sebuah asas bagi manusia. Jabr al-tarikh, di sini diartikan merupakan sebuah keharusan dan kelaziman dari tarikh tersebut. Disini dicontohkan: hubungan kausalitas, yang mengharuskan akibat selalu membutuhkan sebab. Syahid Murtadha Muthahari, dan kalangan Islam, tidak menafikan adanya jabr al-tarikh, tidak hanya terbatas pada sisi materi, namun yang dapat dipelajari dalam sebuah tarikh adalah sisi maknawi yang berupa kebebasan, kemuliaan, ketulusan, dsbnya.
Sejarah yang sarat akan nilai maknawi ini dapat kita lihat dalam peristiwa Karbala (kejadian terbunuhnya Imam Husein as dan keluarga beserta famili dan sahabatnya), walaupun kita tidak menafikan sejarah budaya lain yang mempunyai sisi-sisi maknawi. Di situ diajarkan tentang kesabaran, perjuangan, pergorbanan, ketulusan, kecintaan, dll.
Peristiwa Karbala adalah sebuah peristiwa yang mempunyai keitimewaan dan kelebihan tersendiri yang terlukis di dalam sejarah, bukanlah di dalamnya hanya menceritakan sebuah peperangan sebagai sebuah tragedi yang harus diingat seperti halnya mereka melakukan sebuah peperangan yang didalamnya saling membunuh dan terbunuh, namun nama mereka terkubur dalam buku sejarah. Para peneliti harus membuka halaman demi halaman buku sejarah. Setelah banyak halaman yang ia lampaui, ia baru dapat menutupnya dan menarik kesimpulan darinya. Namun peristiwa Karbala senantiasa menjadi nominasi dalam buku-buku sejarah dan selalu akan tetap lestari.
Mengenai kepribadian Imam Husein sendiri, bahwa kehidupan beliau seluruhnya irfan. Dalam ucapan beliau: “Aku tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan, dan kehidupan bersama kaum zolim adalah sebuah kehinaan.” Oleh karenanya, banyak hikmah yang kita ali dalam sejarah, khususnya ketika kit abaca pristiwa atau tragedi ‘Karbala‘ yang senantiasa menimbulkan sebuah acuan dan semangat perjuangan melawan orang-orang zalim. Juga memberikan pelajaran-pelajaran yang berharga lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar